[Artikel] Cetak Hattrick Pembangunan Keluarga Sejahtera dengan Kelor

Oleh : Lanny Yolistina Lameanda

Tanaman kelor terdengar tidak asing lagi di Indonesia yang menjadi surga bagi tumbuhnya kelor, tetapi pemanfaatan kelor dan khasiatnya masih terbilang asing di masyarakat. Pemanfaatan daun kelor di beberapa daerah di Indonesia masih belum maksimal atau belum banyak di ketahui disebabkan beberapa faktor salah satunya budaya. Seperti di Pulau Jawa, kelor dikenal sebagai tanaman yang berkaitan dengan mistis atau memiliki mitos dapat menghalau makhluk halus. Sebaliknya di sejumlah wilayah di bagian Timur Indonesia seperti di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur, tanaman kelor atau Moringa oleifera menjadi salah satu menu lauk pendamping nasi hangat yang tersaji di meja makan untuk disantap sekeluarga, dan juga dihidangan sebagai menu andalan di warung khas makanan lokal. Ini membuktikan kelor yang kaya nutrisi belum menjadi makanan sejuta umat. Selain itu pemanfaatan daun kelor pada umumnya hanya dikenal sebagai menu sayuran. Masyarakat umumnya hanya memanfaatkan daun kelor bermodalkan warisan turun temurun yang diolah menjadi sayur berkuah bening dan bersantan. Padahal kelor bisa diekploitasi menjadi banyak ragam olahan yang mendatangkan banyak manfaat baik kesehatan hingga pendapatan.

Di Provinsi Sulawesi Tengah sendiri kelor banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau kebun. Daun kelor juga bisa ditemui di pasar tradisional yang dijual dengan 2 versi yakni masih dengan tangkai maupun telah di pisahkan dari rantingnya yang sudah ditakar dalam sebuah wadah dibandrol harga berkisar dua ribu hingga lima ribu rupiah. Sungguh disayangkan jika tanaman ini terabaikan oleh penghuni daratan tempatnya bertumbuh, karena sebenarnya kelor bisa mencetak hattrick dalam pembangunan kesejahteraan Keluarga Indonesia.

Memerangi Stunting dengan Kelor

Tanaman kelor memiliki khasiat yang tidak sepantaran dengan bentuk fisik daunnya yang mini. Siapa sangka tanaman yang disebut dalam ungkapan “dunia tak selebar daun kelor” itu bisa berdampak besar bagi kesehatan. Seperti yang termuat pada laman halodoc.com tanaman yang dijuluki sebagai tanaman ajaib diantaranya dapat mencegah kanker, menjaga tekanan darah, menangkal radikal bebas, menurunkan kadar gula darah termasuk dalam pencegahan anak mengalami kekerdilan atau stunting. Mungkin sebagian dari kita belum percaya, namun faktanya memang kelor terbukti secara ilmiah merupakan sumber gizi berkhasiat dibandingkan kandungan nutrisi pada buah dan sayuran lainnya.

Organisasi kesehatan dunia WHO dan Organisasi Pangan Pertanian (FAO) telah lama menganjurkan penggunaan kelor bagi anak-anak di dunia karena daun tanaman ini mengandung banyak vitamin, kalsium dan protein. Berbagai publikasi hasil penelitian mengungkap kandungan nutrisi kelor yang luar biasa, yaitu protein, vitamin A, B1, B2, C, E, kalsium, magnesium, zat besi, serta berbagai macam asam amino.

Sementara Menurut Bapak Ilmu dan Teknologi Pangan Indonesia Prof. F. G. Winarno, daun kelor kering sebanyak 100 gram mengandung senyawa Protein dua kali lebih tinggi dari yoghurt, Vitamin A tujuh kali lebih tinggi dari wortel, Kalium tiga kali lebih tinggi dari pisang, Kalsium empat kali lebih tinggi dari susu, dan vitamin C tujuh kali lebih tinggi dari jeruk. Dalam 100 gram daun kelor segar, kandungan vitamin C-nya mencukupi 157 persen kebutuhan gizi dalam sehari. Wow, nutrisi komplit ternyata ada didepan mata dan sangat mudah didapatkan.

Tanaman kelor menjadi angin segar yang hadir sebagai solusi dari permasalahan stunting yang masih menghantui Indonesia terkhusus di Sulawesi Tengah. Saat ini Indonesia diperhadapkan dengan permasalahan stunting yang belum menunjukkan angka aman yakni berada di bawah ambang batas WHO sebesar 20%. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Indonesia berada diangka 24.4% sedangkan Sulteng melampaui angka nasional dengan prevalensi 29.7% yang berada dalam nominasi 10 besar angka stunting tertinggi se Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan Panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kejadian stunting ini dapat berlanjut sampai anak menjadi remaja. Kinerja sistem syaraf anak stunting kerap menurun yang berimplikasi pada rendahnya kecerdasan anak. Masalah stunting ini menjadi ancaman serius sehingga memerlukan penanganan yang tepat dan cepat.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sekaligus ketua pelaksana harian percepatan penurunan stunting Dr.(HC). dr. Hasto Wardoyo, SP.OG.(K) pada kunjungan kerjanya di Kota Palu bulan November 2022 dalam rangka melaunching sosialisasi pemanfaatan kelor, meminta masyarakat untuk memanfaatkan produk kearifan lokal yakni kelor sebagai makanan tambahan bagi anak termasuk untuk ibu hamil sehingga dapat menurunkan kejadian melahirkan anak stunting. Daun kelor dapat dijadikan sebagai olahan makanan sehat pelengkap nutrisi di masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu 270 hari dalam kandungan dan 730 hari pasca melahirkan atau 0 hingga usia 2 tahun. Daun kelor dengan nutrisi lengkap tersebut dapat ditambahkan dalam pengolahan makanan bagi anak di masa tubuh kembangnya.

Keloris Indonesia Ai Dudi Krisnadi menjamin melalui pemanfaatan kelor dapat menurunkan stunting dalam kurun waktu kurang dari setahun dengan syarat tidak ada lagi anak terlahir stunting dan pemberian sayur kelor pada anak bisa menaikan 5-9 centimeter tinggi badannya.


pic : cookpad.com

MENSEJAHTERAKAN WARGA DENGAN KELOR

Selain membantu dalam hal memerangi stunting, kelor juga bisa mensejahterakan warga. Mengapa demikian? Karena masyarakat setempat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kelor dengan cara memproduksinya menjadi berbagai produk olahan daun kelor seperti tepung, teh, es krim dan bahan pangan lainnya. Dengan keterampilan yang dimiliki dalam pemanfaatan kelor, didukung ketersediaan pasar penjualan maka akan menciptakan manfaat lainnya yakni peluang lapangan pekerjaan.

Di Sulawesi Tengah, kelor menjadi komoditi pangan yang mulai di lirik dan dikembangkan oleh multisektor karena melihat potensi yang dihasilkan dari tanaman kelor sangat banyak. Di tahun 2022, Ibu kota Provinsi Sulteng yakni Kota Palu menjalin kerjasama dengan PT. Kelor Organik Indonesia (KOI) dalam mengembangkan  kelor di bumi tadulako. Kerjasama ini membuka peluang lebar bagi masyarakat setempat untuk mengembangkan usaha produksi kelor. Dilansir dari media online sulteng.antaranews.com, sebagai perusahaan kelor terbesar di Asia Tenggara, PT.KOI menyediakan unit pelatihan, percontohan kebun, serta alat produksi kering. Masyarakat yang mendapatkan pelatihan diwajibkan memiliki seribu pohon kelor atau luas sekitar 0,1 hektar. PT. KOI juga akan meminjamkan alat pengering yang difungsikan masyarakat untuk mengeringkan daun. Masyarakat tidak perlu khawatir harus memasarkan kemana, karena perusahaan yang berdiri sejak 2020 ini siap menampung dan membeli kelor dari warga Palu guna memenuhi kebutuhan bahan baku yang mencapai ratusan ton per tahunnya. Jika 1000 pohon berproduksi setiap hari, maka diproyeksikan para petani dapat menghasilkan 50-60 kilogram dengan penghasilan tiga juta setiap bulannya. Saat ini KOI telah memiliki 100 petani kelor yang tersebar di wilayah Sulawesi Tengah. Beberapa petani asal Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat juga diberdayakan.

Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, mungkin itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan langkah pemerintah jika siap berkomitmen untuk pemanfaatan kelor. karena selain dapat menurunkan angka stunting, pemerintah juga memperbaiki ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja khususnya di Sulawesi Tengah.

Jejak kota Palu dalam pemanfaatan kelor semoga bisa diikuti oleh daerah lainnya. Perlu kerjasama multisektor yang siap beraksi, berkolaborasi dan bersinergi baik pemerintah pusat, daerah dan swasta untuk menggelorakan kelor hingga ke sudut-sudut kota dan ke pelosok daerah, atau bisa juga memanfaatkan kampung Keluarga Berkualitas dengan menjadikan kelor sebagai iconnya.

Didalam Perpres 72 tahun 2021, salah satu strategi dalam percepatan penurunan stunting adalah dengan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting di tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan/Kelurahan hingga desa. Keberadaan Tim ini bisa mendorong pemanfaatan kelor sebagai sumber nutrisi yang murah, mudah didapatkan dan diolah oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Upaya yang dilakukan bisa melalui gerakan revolusi hijau lewat menanam dan mengonsumsi kelor, atau mengeluarkan kebijakan untuk menyediakan menu berbahan kelor di restoran atau hotel berbintang.

Sosialisasi kelor perlu dipertajam dengan cara yang tidak biasa, karena untuk mengubah perilaku seseorang tergantung pada kualitas dari sumber komunikasi (Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)). Selain TPPS sebagai sumber komunikasi, Tim Pendamping Keluarga yang dibentuk di tingkat desa dengan jumlah 2484 TPK tersebar di 1839 desa/kel juga dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan kelor yang diawali dengan pemberian informasi betapa pentingnya kelor untuk kesehatan.

Yang tidak kalah pentingnya adalah peran Keluarga Berencana. sebagaimana pengertian keluarga berencana dalam UU No 10 tahun 1992 adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat salah satunya melalui peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil Bahagia sejahtera. Melalui Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) / Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam sistem kerjanya dapat menginplementasikan peran KB untuk menggelorakan kelor dengan melakukan sosialisasi di kecamatan bekerjasama dengan bidan dan mitra lainnya. Ini  dapat membantu pemerintah menciptakan hattrick dalam pembangunan kesejahteraan keluarga Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *